SEJARAH DESA SAGULING

Perihal terbentuknya Desa hingga sekarang sulit diketahui secara pasti kapan awalnya, akan tetapi mengacu pada prasasti Kawali di Jawa Barat sekitar tahun 1350 M, dan prasasti Walandit di daerah Tengger Jawa Timur pada tahun 1381 M, maka desa sebagai unit terendah dalam struktur pemerintahan Indonesia telah ada sejak dahulu kala dan murni dari Negara Kesatuan Indonesia bukan bentukan pemberian Belanda. Terbentuknya desa diawali dengan terbentuknya kelompok masyarakat akibat sifat manusia sebagai makhluk sosial, dorongan kodrat, atau sekeliling manusia, kepentingan yang sama dan bahaya dari luar.

Jauh sebelum Belanda menjajah Indonesia, desa dan yang sejenis dengan itu telah ada mapan di Indonesia. Mekanisme penyelenggaraan pemerintahannya dilaksanakan berdasarkan hukum adat. Setelah pemerintah Belanda memasuki Indonesia dan membentuk undang-undang tentang pemerintahan di Hindia Belanda (Regeling Reglemen), desa diberi kedudukan hukum. Kemudian untuk menjabarkan peraturan perundangan dimaksud, Belanda mengeluarkan Inlandsche Gemeente Ordonnantie, yang hanya berlaku untuk Jawa dan Madura.

Sekalipun Regeling Reglemen, akhimya pada tahun 1924 diubah dengan Indische Staatsregeling akan tetapi pada prinsipnya tidak ada perubahan oleh karena itu IGO masih tetap berlaku. Kemudian untuk daerah luar Jawa, Belanda mengeluarkan Inlandsche Gemeente Ordonnantie Buitengewesten (IGOB) di luar Jawa dan Madura atau disingkat IGOB tahun 1938 no. 490.

Ada tiga unsur penting dari desa menurut IGO yang penting, yaitu kepala desa, pamong desa dan rapat desa, kepala desa sebagai penguasa tunggal dalam pemerintahan desa, ia adalah penyelenggara urusan rumah tangga desa dan urusan-urusan pemerintah, dalam pelaksanaan tugasnya harus memperhatikan pendapat desa. Di dalam pelaksanaan tugasnya kepala desa dibantu oleh Pamong desa yang sebutannya berbeda-beda daerah satu dengan yang lainnya. Untuk hal-hal yang penting kepala desa harus tunduk pada rapat desa.

Pada tanggal 7 Maret 1942, Jepang berkuasa di Indonesia. Seluruh kegiatan pemerintahan dikendalikan oleh balatentara Jepang yang berkedudukan di Jakarta untuk Jawa dan Madura, Bukit Tinggi untuk Sumatera dan Angkatan Laut di Ujung Pandang untuk kepulauan lainnya.

Karena hanya singkat masa pemerintahannya, maka tidak banyak perubahan dalam struktur dan sistem pemerintahan termasuk pemerintahan desa. Ini dapat dilihat pada Osamo Seirei 1942, hanya saja beberapa sebutan daerah dan kepala daerahnya diganti dengan bahasa Jepang misalnya Syu – Syuco, Ken – Kenco, Si -Co, Tokubetu Si – Tokubetu Sico, Gun – Gunco, Son – Sonco dan Ku – Kuco (lihat uraian pemerintahan pada masa Jepang). Dapat dikatakan pemerintahan secara umum menghapuskan demokrasi dalam pemerintahan daerah walaupun khusus untuk Ken,Si dan Tokubetu Si sistem itu dilaksanakan secara terbatas.

Begitu juga halnya dengan pemerintahan desa, pada prinsipnya IGO dan peraturan lainnya tetap berlaku dan tidak ada perubahan. Untuk itu desa tetap ada dan berjalan sesuai dengan pengaturan sebelumnya. Ada sedikit perubahan khususnya tentang pemilihan kepala desa berdasarkan Osamu Seirei No. 7 tahun 1944. Hal itu berlanjut sampai Indonesia merdeka, setelah Indonesia merdeka, undang-undang ini banyak diubah.

Terdengar cerita dari para tokoh masyarakat yang pernah mengalami jaman penjajahan Belanda dan Jepang konon katanya yang sekarang disebut dengan Desa Saguling merupakan  daerah pedesaan yang subur, tumbuhan yang menghijau, di atas tanah yang berbukit yang ditumbuhi pohon dan semak yang masih lebat dengan ditumbuhi pohon nangka dan manggis yang banyak tumbuh di daerah Dusun Kelewih, hiduplah sekelompok masyarakat rukun dan damai meskipun  penduduk dalam kehidupan cukup maju pada jaman itu, Desa “ Saguling” orang menyebutnya, berjarak sekitar 4 km kearah utara dari kota tatar Galuh. Konon nama Desa Saguling berasal dari suatu persitiwa pada jaman Panji Boma mempunyai kegemaran memelihara unggas burung puyuh. Selain di ternakan gemar pula mengadakan pertarungan ketangkasan burung puyuh, pertarungan ketangkasan burung puyuh tersebut berpindah pindah dari satu desa ke desa lain.

Pada masa kerajaan Galuh dimana para petinggi kerajaan pada saat melakukan  turni ke Desa-desa pada saat itu sampai di wilayah yang sekarang di sebut Desa Saguling melewati sungai Cikalagen hampir semua pengawal beserta para demang terpeleset saat melintasi sungai tersebut sampai terguling-guling, maka dari situlah nama SAGULING diambil. Selain dari persitiwa kejadian tersebut nama Saguling diambil dari suatu adat istiadat pada waktu itu bahwa masyarakat yang tumbuh pada saat itu memiliki jiwa sauyunan, sagulung sagalang dalam melaksanakan segala kegiatan pembangunan. Hal tersebut dibuktikan dengan kejadian persitiwa terjatuhnya para petinggi ditolong dan dibantu oleh masyarakat setempat dengan sigapnya masyarakat ada yang membawa tandu/gotongan untuk membawa para petinggi yang jatuh terpeleset pada saat itu, sehingga abadi sampai saat ini bahwa nama Desa Saguling diambil dari peristiwa kejadian tersebut.

Kepala Desa/Kuwu Desa Saguling yang pertama pada masa Belanda di jabat oleh SUDIRA yang dikenal dengan nama PERNAWIJAYA sampai pada tahun 1825. Pada tahun 1931 Kepala Desa dijabat oleh JAYA DIPURA. Pada tahun 1984 terjadi pemekaran desa dengan SK Kepala Desa Nomor: 02/Pm.024.1/1984 tentang Pemekaran Desa pada waktu itu yang menjabat sebagai Kepala Desa Saguling adalah Bapak  K SUHERLAN (1982-1984) sebagai Kepala Desa Saguling yang ke-8. Sehingga terjadilah pemekaran desa dimana desa induk tetap namanya Desa Saguling dan sebagai Kepala Desa Bapak Iwa K Somantri sedangkan Desa pemekaran diberi  Nama Desa Mekarjaya dan sebagai Kepala Desanya dijabat oleh Bapak K Suherlan..